Dialog Kebhinekaan di Swedia: Kedamaian adalah Milik Semua Orang

By Admin

nusakini.com-- “Saya ingin mengingatkan bahwa kebhinekaan atau keanekaragaman adalah anugerah, perlu dijalankan dengan bingkai persatuan," ujar Sinta Nuriyah Wahid dalam dialog Kebhinekaan di Wisma Indonesia, Stockholm, Selasa (14/11) malam. 

Berbicara di depan masyarakat Indonesia Sinta Wahid menyatakan bahwa para WNI di luar negeri harus dapat mencintai dan “memiliki" Indonesia. “Mari kita tumbuhkan rasa cinta kita kepada Indonesia, dengan melaksanakan kewajiban kita dengan lebih baik sesuai tugas dan fungsi masing-masing," pesan Ibu Sinta. 

Secara historis menurut  Sinta Wahid, kondisi pluralisme ini sudah ada sejak jaman Syailendra, mengacu pada nama dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya sekitar abad ke-7. Isteri Presiden ke-4 RI, Abdurrachman Wahid (Gus Dur) (Alm), tersebut menjelaskan bahwa sejak abad ke-7 sampai sekarang, nusantara didatangi oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa Arab, Cina bahkan Eropa dapat berhubungan satu sama lain di Indonesia.  

Cinta tanah air artinya juga mencintai keberagaman di Indonesia, dan menurut Ibu Sinta sesuai dengan makna hidup. “Apa saja ajaran yang benar itu, pada ujungnya juga untuk mempererat tali persaudaraan yang sejati diantara anak bangsa. Ini ini sama paralel dengan situasi dan kondisi bangsa, kerukunan NKRI itu harus kita jaga, harus kita bina," lanjut Sinta Wahid. 

​"Oleh karena itu kerukunan dan kedamaian adalah milik siapa saja, seperti udara segar yang bisa dihirup ummat manusia", pungkasnya. 

Pembicara lain, Nurmala Kartini Panjaitan Syahrir menyatakan bahwa bukti ilmiah menunjukkan bahwa secara lahiriah, orang Indonesia berasal dari keturunan berbagai macam bangsa lain. DNA manusia Indonesia kalau dirunut sejak 30-40 ribu tahun yang lalu adalah Austronesia Africa (Negroid). Kemudian sejak 6-7 ribu tahun lalu ditambah lagi dengan Austronesia Formosa (Mongoloid). 

"Dengan demikian kalau kita ingin membuat eksklusivitas bahwa ada satu ras yang mengklaim paling hebat, akan sia-sia," Kartini Syahrir menegaskan. Orang Indonesia harus mengetahui dari mana dia berasal, artinya tidak boleh mengingkari dari mana asal-usulnya, menurut Kartini Syahrir. Belum lagi lokasinya yang demikian luas dan tersebar di kepulauan nusantara.  

"Ancaman baru sekarang adalah membangkitkan supremasi suatu agama dan ras. Kelihatannya ingin mengatas namakan demokrasi dimana perbedaan dihargai, namun sebenarnya malah membunuh demokrasi," kata Kartini Syahrir yang pernah menjadi duta besar di Argetina merangkap Paraguay dan Uruguay. Yang diperlukan sekarang adalah membaca dan mengamalkan sila-sila Pancasila itu secara utuh, dengan demikian akan tercapai persatuan, demokrasi dan keadilan. . 

Dipandu oleh Hidayat Atjeh, Fungsi Pelaksana Pensosbud KBRI Stockholm, acara diskusi menampung beberapa komentar positif dan pertanyaan dari tokoh-tokoh masyarakat Indonesia baik yang telah puluhan tahun di Swedia, maupun mahasiswa Indonesia yang baru beberapa minggu di Stockholm.  

Kegiatan dialog Kebhinekaan ini dilaksanakan atas inisiatif Kantor Unit Kerja Presiden mengenai Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) mengenai program kegiatan Dialog Kebhinekaan dengan masyarakat Indonesia di 5 (lima) negara di Kawasan Eropa pada bulan November 2017. Kelima negara itu adalah: Jerman, Swedia, Denmark, Belanda, dan Perancis.  

Delegasi untuk kegiatan dialog ini dipimpin oleh Kartini Syahrir dan Sinta Wahid. Dialog ini pada dasarnya dimotivasi oleh pengalaman pertemuan interaktif yang telah dilakukan Kartini sebelumnya dengan masyarakat Indonesia di Washington DC.  

Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan dan memupuk rasa dan nilai-nilai keindonesiaan yang menjunjung tinggi persatuan dan penghormatan keanekaragaman di kalangan generasi muda Indonesia yang tinggal di luar negeri.  

Dubes RI untuk Swedia, Bagas Hapsoro menyambut baik kegiatan "Dialog Kebhinekaan" ini. Hal ini mengingat banyak isu-isu penting di tanah air yang berasal dari masalah sosial, politik dan ekonomi yang tentunya perlu diketahui WNI. Pada saat yang sama potensi besar yang dimiliki WNI Indonesia sangat diharapkan untuk disumbangkan ke tanah air. Untuk itu, peran aktif dan kontribusi Diaspora Indonesia yang memiliki profesionalisme dan kompetensi handal di bidang masing-masing sangat diperlukan bagi kemajuan di Indonesia. Namun demikian tanpa pemahaman yang utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila, maka pengabdian yang akan disumbangkan kepada bangsa dan negara akan menjadi sia-sia. (p/ab)